Ust. DR. Urwatul Wusqo.LC,MA
➖➖➖➖➖➖
Sebagian kaum muslimin pada saat ini ada yang bertanya, kenapa umat Islam tidak bersikap pemaaf pada saat sekarang ini sebagaimana dahulunya?
Dahulu nabi dihina, dicaci, dilempar dengan batu namun beliau memaafkan orang-orang yang berlaku demikian kepada beliau, namun sekarang kita lihat umat Islam susah memaafkan orang yang salah.
Jawaban untuk pertanyaan tersebut:
sikap pemaaf memang merupakan akhlaq Rasulullah saw, apapun yang ditujukan kepada beliau dari keburukan orang lain bahkan pelecehan sekalipun, beliau sikapi dengan penuh kemaafan.
Diantara kisah luar biasa yang sampai kepada kita dari kemaafan Rasulullah saw adalah kisah dakwah ke Thaif.
Rasulullah saw mengatakan kepada Aisyah bahwa apa yang beliau dapati di Thaif merupakan hal yang sangat berat beliau hadapi sebagaimana perang Uhud sampai-sampai malaikat jibril menawarkan agar malaikat gunung menimpakan gunung ke penduduk Thaif akibat perbuatan mereka kepada nabi namun Nabi Muhammad saw malah memaafkan mereka dan mendoakan kebaikan bagi mereka.
Namun apakah selalu seperti itu sikap nabi Muhammad saw?
Dalam sirah kita akan dapati bahwa Rasulullah saw mengutus beberapa orang ke berbagai pimpinan negara untuk berdakwah kepada mereka.
Diantara utusan tersebut ada yang diutus kepada Kisra Persia, akan tetapi ketika sang kisra membaca surat yang dikirim kepadanya maka sang kisra kemudian merobek-robek surat tersebut.
Pertanyaan yang timbul dalam diri kita, apakah yang akan dilakukan oleh Rasulullah saw ketika mendapatkan berita perobekan tersebut?
Kalaulah dipakai kaedah kemaafan maka kita akan dapati Rasulullah saw akan memaafkan kisra Persia karena hanya sebuah surat yang dirobek dan tidak ada seorang muslim yang dihina atau al-Quran yang dilecehkan.
Namun yang terjadi sebaliknya, Rasulullah saw sangat marah dengan berita tersebut dan beliau berdoa :
اَللَّهُمَّ مَزِّقْ مُلْكَهُ
Artinya : “ Ya Allah, hancurkanlah dan cerai beraikanlah kekuasaannya”
Allah swt mengabulkan doa nabi tersebut, pada masa pemerintahan Umar bin Khattab semua wilayah yang pernah berada di bawah kekuasaan kisra Persia, tidak ada satupun yang tertinggal semua sudah lepas dari kekuasaan mereka.
**Apakah yang membedakan antara dua kisah diatas?**
Jawabannya ada pada hadits Aisyah r.a :
وَاللَّهِ مَا انْتَقَمَ لِنَفْسِهِ فِي شَيْءٍ يُؤْتَى إِلَيْهِ قَطُّ، حَتَّى تُنْتَهَكَ حُرُمَاتُ اللَّهِ، فَيَنْتَقِمُ لِلَّهِ
Artinya : *“Demi Allah, Tidaklah Rasulullah saw membalas sesuatu yang ditujukan kepada dirinya kecuali ketika kehormatan agama Allah SWT dilanggar maka beliau pun marah semata-mata karena Allah”* (HR al-Bukhari).
Bukalah lembaran sirah Rasul maka kita akan dapati kemaafan diberikan Rasul untuk sesuatu yang berkaitan dengan diri beliau, baik hinaan, celaan, lemparan batu dan lain sebagainya, akan tetapi ketika menyangkut kehormatan agama maka beliau mengajarkan kepada kita untuk menunjukkan kemarahan supaya tidak ada seorang pun yang mencoba bertidak semena-mena terhadap agama ini.
->Kisah lain akan kita dapati pada kisah Yahudi bani Qainuqa, yang terkenal sebagai pandai emas.
Suatu hari seorang muslimah datang ke pasar bani Qainuqa untuk membeli atau memperbaiki emasnya, namun sang penjual mengikat jilbab muslimah tersebut sehingga ketika ia berdiri maka nampaklah aurat bagian belakangnya.
Seorang pemuda muslim yang lewat berusaha membantu sang muslimah akan tetapi ia dikeroyok oleh orang-orang Yahudi bani Qainuqa’ yang ada di pasar tersebut. Ketika sampai berita itu kepada Rasulullah saw maka apakah yang akan beliau lakukan?
Kalaulah teori kemaafan yang dipakai, niscaya Rasul akan memaafkan yahudi bani Qainuqa dan mengadakan negosiasi dengan mereka.
Akan tetapi ternyata yang beliau lakukan adalah sebaliknya, beliau perintahkan semua sahabat untuk mengepung perkampungan yahudi bani Qainuqa dengan pilihan: perang atau mereka keluar dari Madinah dalam keadaan terusir.
Pengepungan itu terjadi selama 15 hari, lalu mereka memilih untuk keluar dari Madinah dalam keadaan terusir dan tidak boleh kembali lagi ke Madinah.
Cukuplah kisah-kisah diatas sebagai jawaban bagi kita, kenapa umat Islam tidak memaafkan pelecehan yang dilakukan terhadap al-Quran dan agama mereka, sebab nabi yang mengajarkan kita untuk memaafkan kesalahan orang lain maka beliau juga yang mengajarkan kepada kita untuk *bersikap tegas kepada penista agama.*
Kata kuncinya adalah; kalau pelecehan dan penghinaan itu kepada DIRI beliau maka beliau akan meMAAFkan sepenuh HATI tanpa perlu diminta.
Akan tetapi kalaulah PELECEHAN itu dalam masalah AGAMA, maka beliau menunjukkan keMARAHannya. Seakan-akan pesan kepada kita semua :
*“Kalaulah penghinaan itu kepada diri kita, maka seribu maaf akan kita berikan. Tapi kalaulah penghinaan itu kepada agama, maka seribu nyawa akan kami siapkan"*
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok?” Tidak usah kalian meminta maaf, karena kalian telah kafir sesudah kalian beriman (At Taubah 65-66)
Menista agama disebut Istihza. Istihza ada 2 macam :
1. Menista terang-terangan (sharih). Seperti perkataan orang-orang munafik terhadap sahabat-sahabat Nabi,“ Tidak pernah aku melihat orang yang lebih buncit perutnya, lebih dusta lisannya, dan lebih pengecut ketika bertemu musuh dibanding dengan ahli baca Al-Qur’an ini (yaitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat, pent.)
2. Menista secara samar-samar (ghairu sharih). jenis ini banyak macamnya, salah satu contohnya adalah mengkritik Syariat Islam. mengkritik di sini bukan mengkritik dalam rangka diskusi Fiqih, tapi dalam rangka mengkritik ajaran Islam untuk membuat keraguan di tengah kaum Mukminin.
No comments:
Post a Comment